“apa kau mau menikah denganku??” ucapan kak putra mengagetkan. Detak jantung bertambah kecepatannya. “kakak sudah gila ya,,aku kan baru menginjak 17 tahun.kakak juga tau sendiri aku sudah kelas 3 SMA, Itupun tinggal sebulan lagi mau menghadapi ujian nasional”. Kak putra tertawa kecil “siapa juga yg mau menikah dengan anak dibawah umur??”. Aku terdiam sambil menunjukkan muka yang masam. Kak putra lalu menyentuh tanganku, bukan sekedar menyntuh tapi juga iya menggenggam tanganku dengan sangat erat. “sebenarnya kau juga ingin menikah denganku kan??” katanya dengan penuh percaya diri. Aku berusaha menyangkal walaupun hatiku mengiyakan. “mungkin disaat aku sudah punya komitmen untuk menikah, aku akan memilih kau sebagai pendampingku yg tepat”. Wajahku bersemu. “kenapa diam??apa kau tidak prcaya dengan ucapanku ini??” kata kak putra karna ucapannya tak kutanggapi. “ aku hanya bingung, kita baru bertemu setelah 2 tahun berpisah dan baru bicara setelah setahun tak saling bicara”aku sengaja memalingkan wajahku agar dia tak dapat melihat bagaimana gemetarnya aku.
“dan kau masih mencintaiku setelah sekian tahun itu kan??”dia melanjutkan ucapanku. Aku terdiam lagi untuk sesaat. “aku malu mengatakannya”. Dia tertawa kecil sambil menatap langit yg cerah. “setidaknya aku tau kalau selama ini prasaanmu tulus padaku. Hanya orang bodoh sepertiku yg tidak mnyadarinya” ucapnya. Aku menatap wajah kak putra, aku ingin melihat keseriusan langsung dari matanya atas ucapannya barusan.entah itu suatu kebohongan, tapi aku merasa bahagia dengan ucapan yg tak cukup semenit dia keluarkan dari mulutnya.
“bagaimana?? Mau tidak menikah denganku nanti??kira2 4 atau 5 tahun kedepan.” Dia kembali mengajakku. Aku tersenyum malu2, tanpa menjawabpun dia bisa tahu apa ygakan kukatakan. “aku berjanji akan menikah denganmu, dan aku akan menunggumu. Tapi dengan satu syarat!!” kata kak putra. “apa syaratnya??” secepat kilat aku bertanya padanya seolah menyanggupi apapun yg ia hendaki.
“kau harus jadi wanita karir, aku ingin punya istri yg bekerja. Minimal kerja dikantor, aku tak suka punya istri yg bermalas2an dirumah”. Soal nyari pekerjaan sih buatku gampang, karna aku punya sejumlah kemampuan untuk diperlihatkan. Tapi kak putra ingin aku punya gelar. Jadi otomatis aku harus kuliah dulu untuk dapat gelar sarjana. Sedangkan aku udah jadi malas kuliah sejak aku dapat beasiswa untuk kuliah di jepang tapi tak diizinkan orang tuaku. Ayahku ingin aku mengambil jurusan farmasi , sedangkan aku maunya jadi penulis. Tapi demi untuk mndapatkan hati kak putra selamanya aku akan mengikuti kemauannya.
Sahabat baikku terkejut saat aku menceritakan ini semua padanya “dhicccaaaaaaaaa…….kenapa kau bodoh sekali??? Bukankah cowok itu sudah belasan kali menyakitimu ??” dia menyubit pinggulku.
“bukan hanya belasan tapi sudah puluhan kali”.
“trus kenapa kau masih mau berhubungan dengannya, malah percaya dengan janji2 palsu seperti itu”.
“itu karna aku sudah mempertimbangkannya. Dan aku sudah mempersiapkan mentalku untuk menghadapi masa yg akan datang apabila itu diingkarinya”.
“ apa kau lupa bagaimana jahatnya ucapan dia padamu??” sahabatku masih tetap mempengaruhiku ntuk tidak percaya lagi dengan kak putra.ucapannya mengingatkanku pada suatu peristiwa 3 tahun yg lalu . saat itu aku pernah dilempari buku oleh pacarnya sambil dimaki2 dihadapan kak putra, tapi disitu kak putra hanya diam tanpa memandang kasihan padaku, orang yg pernah ia cintai. Seolah tak mau menunggu lama jawabanku , sahabat ku beertanya kembali “aku masih bingung, kenapa kau sangat begitu mencintanya. Kau bukan cewek yg bermuka pas2an. Kau bisa mendapatkan yg lebih diluar sana”. Aku tersenyum “kau lupa ya, siapa laki2 yg pertama kukenal saat aku menginjak usia remaja?? Pertama kali aku menangis dan mengeluarkan airmata cinta untuk siapa?? Bahkan saat aku putus dengannya, aku dibuatnya jatuh cinta lagi untuk kedua kalinya”. Sahabatku hanya diam sambil memandang kesal padaku, mungkin dalam hatinya mengatakan aku adalah wanita tertolol didunia.
Banyak orang bilang cinta itu tak harus dimiliki. Tapi aku tak pernah menghiraukan kalimat itu. Bagiku, meencintai berarti harus memilikinya. Karna keinginan ingin selalu memiliki dilandasi oleh cinta yg kuat. Jika hati kita sudah berputus asa untuk memiliki sesuatu yg kita inginkan, beerart kecintaan kita pada sesuatu itu telah berkurang.
Dan akhirnya, selesai tamat SMA, aku mulai memasuki dunia perkuliahan. Aku tak mau membuang waktuku terlalu lama menjadi mahasiswa.kujalani hari demi hari untuk menyongsong saat yg kunantikan. Yaitu sebuah janji dari seseorang. Hari2 yg begitu bosan kutepiskan begitu teringat akan janji itu. Semangatku selalu terbakar untuk lebih menentang kehidupan. Tak lupa tiap hari aku menghitung tanggal, bulan, dan tahun dikalender yg trletak disamping fotoku bersamanya. Foto ini saat aku masih kelas satu SMP. Ini foto satu2nya kami berdua, ntah masih ada padanya atau telah dibuang.aku dan dia berselisih 4 tahun, makanya dia lebih dewasa dariku.
Setiap seminggu sekali, aku selalu mnyempatkan diri untuk ke salon atau brbelanja untuk merubah penampilankuyg biasa2 saja. Kami berkenalan bertahun2, kupikir dia akan bosan melihatku dengan wajah yg tak berubah. Apalagi dia adalah cowok yg berselera tinggi untuk mncari wanita. Tak heran jika diantara semua wanita yg pernah ia pacari hanya akulah yg berpenampilan sederhana.
Selama aku masih kuliah, aku melarangnya untuk sering menelponku. Aku takut kalo kita sering bicara, akan banyak perbedaan pendapat yg membuat aku dan dia bertengkar. Memang , hubungan kami kebanyakan long distance .itu karna sejak ia lulus SMA dia kuliah didaerah lain. Apalagi dia memang bukan anak asli didaerahku. Dia hanya mengikuti ayahnya yg berpindah tugas dikotaku. Jadi saat ayahnya meninggal dunia, ia dan keluarganya pulang kedaerah asalnya.
Tibalah saatnya aku untuk diwisuda. Setelah berfoto bersama dengan keluarga, hatiku berkata : tinggal selangkah lagi, maka hidupku akan lebih bahagia dari sekarang. Ia menelponku sambil mngucapkan selamat atas keberhasilanku menelesaikan kuliah dengan cepat. Setelah mendapat gelar sarjana ekonomi, aku semakin tertantang untuk melompat jauh berharap agar cepat sampai kepuncak yg sudah kuimpi2kan bertahun2.
Dan akhirnya,,,setelah melamar kerja kesana kemari dengan bekal yg sudah ada, akupun mndapat posisi yg bagus disebuah kantor pemerintah.setidaknya kurang lebih 6 bulan sudah aku kerja dan telah menerima gaji tetapku.tapi ia sudah tak menghubungiku juga seiring aku mendapat pekerjaan yg membuatku sibuk. Aku juga tak mau menghubunginya. Kupikir biar dia terkejut melihatku memakai pakaian kantoran apabila dia datang kesini. Tapi, dugaanku meleset, ini suah dipenghujung tahun dia tak juga kemari dan kabarnya sudah tak ada. Aku mencoba menghubungi nomor handphonenya, ternyata nomornya sudah tak aktif. Perasaanku saat itu berkecamuk, ada rasa takut ia mengingkari janjinya. Karna tak sabar mengetahui apa yg terjadi, kuputuskan untuk berangkat menuju kotanya. Sampai didepan rumahnya, perasaanku bahagia begitu melihat motornya terparkir. Motor itu yg sering ia pakai untuk mengajakku jalan2 sepulan sekolah. Kuketuk pintu rumahnya, keluarlah ibunya yg dengan ramah menyuruhku masuk. Aku bergumam sambil tertawa kecil“ternyata calon mertuaku baik”. Setelah meneguk minuman yg ibunya suguhkan aku bertanya tentang kak putra. “putra, sudah tidak tinggal disini. Ia sudah beli rumah dikota X, tapi dia masih serin ksini untuk menengok ibu” tutu ibunya. Akupun meminta nomor hanphone putra. setelah menuliskan nomor hpnya di kertas kecil, ibunya bertanya “apa adik ini temannya puta??”. Aku dengan bingung menjawab iya. Kurasa kak putra belum mau menceritakan apa2 tentang aku pada ibunya.
Saat pulang kerumah, tanpa membuang waktu aku langsung menghubunginya. Terdengarlah suara yg begitu kurindukan .
“hallo, siapa ini??”
“kakak, ini aku..dhicca”
“kau…tau dari mana nomorku??” kak putra sedikit terbata. Aku ceritakan saja kalo aku kemarin dari rumahnya. “kakak pasti senang jika tahu kabar apa yg ingin kusampaikan” aku bermaksud untuk memberi tahukan padanya kalau aku telah bekerja. Tapi belum sempat kukatakan, kak putra duluan memotong ucapanku dengan mengatakan “aku tidak tahu apa yg harus kukatakan padamu, sebenarnya aku juga tidak tega mengatakan ini, tapi aku telah menikah setahun yg lalu. Kontan saja aku terperanjat mendengar ucapannya seolah tak percaya dan berharap aku salah mendengarnya. Dan airmata ini kembali mengalir setelah sekian lama mngering.dia menikah disaat aku jatuh bangun mencari pekerjaan sesuai kenginannya. “cha, kau menangis??”tanyanya karna tak mendengar suaraku. Dengan sedikit lirih kukatakan padanya beruntung sekali orang yg menjadi istrimu kak. “maafkan aku, kupikir dulu aku bisa menunggumu, ternyata aku bukan orang yg sanggup untuk menunggu” katanya.dia berkatakembali “kau boleh membenciku atau menyumpahiku. Aku memang pantas mendapatkannya”.
“aku sudah terbiasa disakiti lehmu, jadi kuanggap ini hal biasa”.
”kau terlalu baik untukku. Aku tak pantas denganmu” kata kak putra. Aku tak butuh pujian itu,kata2 seperti itu sudah sering kudengar dari mulut laki2 apabila ingin mengakhiri hubungan dengan wanitanya.karna tak kuasa lagi tuk mendengar suara orang yg tak bisa kugapai, akupun mematikannya. Aku terlalu berani untuk melangkah sejauh ini, dan aku telah mempersiapkan sesuatu apabila hal ini terjadi. Jadi, untuk apa aku menyesalinya??
Keesokan hari dan seterusnya akupun menjalani hidup tanpa dendam dan benci. Tak ada niat sedikitpun untuk melupalkannya. Barang2 pemberiannya pun masih tersimpan rapi. Aku bukan seperti kebanyakan orang, yg akan membuang segala kenangan dan pemberian orang yg pernah singgah dihati kita. Walau sesait apapun kita jika melihat barang2 itu, tapi kita harus ingat pemberian seseorang tidak bolehdibuang begitu saja. Seperti halnya aku, semua kenangannya dan sisa2 cinta darinya masih kusimpan dihati tanpa memberi tahu kepada siapapun..
Rabu, 01 Juni 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar